Sabtu, 10 Februari 2018

Pak Dhe

Salah satu hal yang menyenangkan saat musim ujian adalah menjadi seorang pengawas (Ya kalo ngesampingin pandangan sinis anak-anak yg gagal nyontek sih). karna saat itu kau bisa belajar banyak dengan mendengarkan pengalaman2 dari partner pengawasmu.Pak Dhe, sebut saja begitu karna inisialnya D adalah partner saya waktu itu. Menarik sekali saat kau tau bahwa latar belakang hampir semua guru di smk bukanlah alumni IKIP. Salah satunya beliau ini. Pak Dhe adalah guru B.Inggris senior di sini.

Beliau tinggal di salah satu kawasan industri di kabupaten Semarang. Dulu bekerja sebagai penerjemah di perusahaan apparel milik orang Korea. Pak Dhe menceritakan bahwa saat menjadi karyawan di sana, kesempatan untuk beribadah sangat sangatlah sulit terutama di hari Jumat. Beliau harus meminta ijin kepada atasan karna mayoritas karyawan di sana adalah perempuan. Lama-lama beliau sadar diri dan tak enak hati jika harus selalu ijin setiap Jumat, akhirnya pak Dhe memutuskan untuk keluar. Karena itu beliau sangat menyayangkan sikap orang yang masih malas2an beribadah padahal sudah diberi kelonggaran untuk melaksanakan.

Ketenangan, begitulah alasan beliau saat memutuskan untuk menjadi seorang guru. Karna bertahun-tahun kerja di perusahaan, banyak tekanan dan tuntutan yang harus dihadapi. Mulai dari beban kerja, rekan, dan atasan yang semakin berat. Namun menariknya beliau tidak mengijinkan putera-puteranya menjadi seorang guru. Kebijakan pemerintah yang mengharuskan setiap calon guru mengabdi di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Terpencil) dan moratorium tunjangan pensiun menjadi alasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar